Okay! For Indonesian Tomates (sebutan buat yang baca blog ini, absurd? memang! faktanya ini artinya tomat (jamak) dalam bahasa Spanyol :D)
today I post my short stories (actually this story was for some contest, but I cancel it!)
Sinar mentari menyapaku lewat jendela kaca rumah. Aku yang masih terbuai dalam mimpi harus terganggu dengan suara alarm handphone yang sengaja ku-set. Baru saja kubuka mataku, beberapa kertas berisi dokumen penting menyapa. Aku melakukan sedikit peregangan agar rasa kantukku karena mengerjakan tugas semalaman menghilang. Baru saja aku bangun, sebuah buku agenda jatuh yang memang milikku. Kubuka agenda tersebut, mataku membesar saat melihat catatan yang tertulis.
today I post my short stories (actually this story was for some contest, but I cancel it!)
Sinar mentari menyapaku lewat jendela kaca rumah. Aku yang masih terbuai dalam mimpi harus terganggu dengan suara alarm handphone yang sengaja ku-set. Baru saja kubuka mataku, beberapa kertas berisi dokumen penting menyapa. Aku melakukan sedikit peregangan agar rasa kantukku karena mengerjakan tugas semalaman menghilang. Baru saja aku bangun, sebuah buku agenda jatuh yang memang milikku. Kubuka agenda tersebut, mataku membesar saat melihat catatan yang tertulis.
Jam 09.00 tanggal
31 Oktober peresmian Luftthann foundation
Langsung adrenalinku meningkat
dan keringat dingin
mengucur saat melihat jarum
jam yang menunjukkan
pukul 08.30. Aku
bukanlah seorang yang
paling suka ditunggu,
justru kalau bisa
aku yang menunggu.
Banyak yang mengatakan
kalau aku itu workaholic dan paling
tidak suka dengan
ketidak disiplinan dan
terlambat. Kali ini
aku sedang memakai
baju dan bercermin,
melihat diriku yang berpenampilan
rapi layaknya eksekutif
muda. Sebenarnya aku memang memakai
pakaian seperti ini
dikarenakan aku adalah pemilik
perusahaan Luftthann company
yang berpusat di
Jenewa, Swiss.
Saat jam menunjukkan
pukul 08.40, aku
langsung saja mengambil
kunci mobil yang
kutaruh diatas meja
kerja tanpa memperdulikan
sarapan pagi yang ditawarkan pelayan.
Langsung aku menuju
garasi dimana mobil Audi A8 L W12 Quattro
milikku terparkir manis
disana. Aku mengendarai
mobilku dengan kecepatan
tinggi yang untungnya
saat itu aku
melewati jalan alternatif
yang sepi.
Kurang lebih
setelah aku berkendara sekitar 20 menit, aku
sampai di tempat
peresmian yayasan kemanusiaan
yang kudirikan seminggu
yang lalu. Aku
hanya bisa meminta
maaf saat kutahu
bahwa acara ini
sudah berjalan sejak
5 menit yang
lalu. Untungnya acara
itu baru sampai
pada sambutan-sambutan.
Beruntungnya saat aku
sampai itulah bagianku
memberi sambutan. Selesai
aku memberi sambutan
dan persemian, aku
langsung saja dipuji
oleh beberapa orang.
Aku tahu mereka
sebenarnya hanya mencari
perhatianku, aku tahu
sebenarnya mereka berkata
manis karena memiliki
tujuan tertentu. Aku
yang memang sudah
diajari tata krama
serta hal apa
yang harus dilakukan
saat bersama orang-orang
penjilat ini yang hanya
berbasa-basi.
Aku
tahu semua hal
yang disekitarku itu
hanya kebohongan, mulai
dari mitra perusahaan
hingga pemegang saham.
Merasa tidak nyaman
dengan kebohongan serta
kemunafikan, aku langsung
mohon pamit. Aku
langsung pergi mengendarai
mobilku menuju kantor
pusat.
Saat
aku melewati jalan
alternatif tadi, aku
melihat seseorang memakai
baju putih disebuah
padang rumput. Aku
merasa penasaran, untuk
apa seseorang ditengah
padang rumput sendirian
dan berdiri seolah
menunggu suatu hal.
Aku menghentikan mobil
Audiku dan keluar menuju
padang rumput itu.
Semakin mendekat, aku
mendengar sebuah nyanyian
yang indah dan berasal
dari mulut mungil
orang misterius itu.
Ketika aku cukup
dekat melihat penampilannya, alangkah
terkejutnya aku saat
melihat sosok tersebut
adalah wanita yang
sebaya denganku.
Entah
ini hanya penglihatanku atau
bukan, menurutku wanita
dihadapanku ini ialah
gadis tercantik serta
termanis dalam hidupku. Awalnya aku
terkesima, namun aku
menampar diriku sendiri.
”Aku, tidak
pernah menyukai seorang
wanita... tapi kenapa dia,
yang baru kutemui
membuatku langsung terpana” pikirku.
Perempuan
itu berhenti menyanyi
dan melihat ke
arahku. Ia mendekatiku
yang memang hanya
bisa terdiam seribu
bahasa. Ia tersenyum
dan air mata
mulai mengalir dari
matanya, tentunya aku
merasa tak nyaman
apalagi ini pertama kalinya
seorang wanita menangis
dihadapanku. Ia memegang
tanganku yang anehnya
aku mau saja
diperlakukan hal itu,
selanjutnya kedua tanganku
ia tempelkan ke
pipinya.
”Edward... aku
benar-benar rindu kamu,
dan kau mengunjungiku lagi.
Aku senang! Kenapa
lama sekali perginya?” Ia
mengatakan hal itu
seolah sudah lama
mengenalku.
”A... apa
maksudmu? Na... namaku
bukan Edward! Tapi
Eduard, Eduard Adler!” Aku
mencoba meyakinkan wanita
ini bahwa aku
bukanlah orang yang
dikenalnya
“Kalau
bukan Edward, kenapa
kau bisa melihatku?
Kita kan berbeda
dunia. Tapi, aneh... kau
itu aneh! Kau bisa kurasakan
dan kusentuh” Setelah ia
mengatakan hal itu
wanita itu menghilang
begitu saja.
Aku menggaruk kepalaku
yang tidak gatal
dan saat kulihat
jam, aku panik
karena rapat umum
pemegang saham perusahaan antara pihak
pemegang saham serta
pihak perusahaan akan dimulai.
Kukemudikan kembali mobil
milikku dengan kecepatan
tinggi. Sesampainya aku disapa
beberapa staff serta
pemegang saham. Kali
ini kami sedang
membicarakan tentang perusahaan
di Italia yang
memang sebentar lagi
akan bankrut dan kebetulan
perusahaanku ialah pemegang
saham mayoritas disana
serta beberapa hal
lainnya demi kelangsungan
hidup perusahaan ini.
Namun,
sebuah suara wanita
yang semakin lama
menjadi nyanyian terdengar
olehku. Hingga aku
sedikit terkejut saat
salah satu pemilik
saham memegang saham
perusahaanku, aku hanya
bisa meminta maaf. Rapat
ini berjalan lancar
walaupun sedikit ada
gesekan antar pemegang
saham.
Seusai
rapat ini selesai, aku harus menghadapi
dokumen penting yang
harus kutandatangani atau
kuperiksa. Aku hanya
menghela nafas panjang
melihatnya, pernah sekali dalam
benakku untuk kabur
dari kenyataan ini
dan mungkin aku
ingin sekali membuka
sebuah kafe. Aku
hingga sekarang masih
belum mengerti kenapa
aku suka sekali
dengan makanan yang
manis-manis, terutama saat
aku memakan Schwarzwälder Kirschtorte(1)
buatan mendiang mutti(2). Saat aku
sedang melamun, nyanyian
itu terdengar lagi.
Kemudian aku
melangkahkan kaki ke
ruang kerjaku. Sekarang
aku ada dihadapan
meja kerja yang memang
berada di ruangan kerja
milikku. Meja itu penuh
dengan dokumen yang
harus kukerjakan sepenuhnya.
Aku langsung saja
mengerjakannya karena jika
dikeluhkan atau hanya
diperhatikan semuanya tidak
akan selesai, beberapa
dokumen telah kutandatangani dan
sayangnya perasaan kantukku
mulai menyerang. Selanjutnya
aku sudah terbuai
dalam mimpi.
Aku membuka
mataku dan melihat
seorang pria yang
tingginya sama denganku,
jika dilihat sekilas
ia seperti kembaranku. Rambutnya pirang
yang anehnya memiliki
gaya potongan yang
sama. Saat ia
membalikkan badannya, alangkah
terkejutnya aku melihat
wajahnya yang sama
persis denganku. Ia membelalakkan
matanya dan mulai
mendekatiku, aku hanya
bisa terdiam. Anehnya
saat ia tinggal
beberapa langkah dariku,
semuanya hancur menjadi
kepingan dan aku
sendirian dalam kegelapan
yang hampa. Nyanyian
itu terdengar lagi,
namun ini membuat
kepalaku terasa sakit
disertai beberapa kejadian
bersama wanita yang
kutemui di padang
rumput itu.
Aku terbangun
dengan peluh yang
mengucur. Entah kenapa
mimpi tadi terasa nyata dan
aku tak mengerti maksudnya.
Apakah mimpi tadi
itu hanya sebuah
bunga tidur atau
pertanda lain. Yang
pasti semua ini
terjadi setelah bertemu
wanita misterius tadi.
Seperti
biasa aku pergi
ke kantor pusat,
melewati jalan yang
berbeda. Anehnya, saat
aku terdiam memperhatikan
jalan dihadapanku, suara nyanyian itu terdengar
lagi. Namun kali
ini saat aku mendengar
suara itu dan mulai
kehilangan kesadaran dan
hanya kegelapan yang
menyapaku, sama seperti
dimimpi.
Kali
ini aku terbangun disebuah padang
rumput dikelilingi bermacam-macam bunga.
Kulihat wanita itu
lagi yang sedang
menyanyi, kali ini
mukanya menunjukkan kedamaian
yang membuat hatiku
merasa hangat serta
nyaman. Ia melihatku dan
tersenyum.
”Apa
yang kau inginkan
sebenarnya?” Sungguh pertanyaan
yang membingungkanku
”Aku...” Langsung saja
ada angin kencang yang
menyebabkan semua hal
disekitarku menghilang, aku
bingung namun jantungku jadi
berdetak kencang.
”Apa?
Apa maksud pertanyaan tadi?”pikirku bingung.
Kali
ini aku terbangun
di sebuah kastil
zaman Renaissance dengan wanita
itu lagi. Namun
kali ini aku
melihatnya mengobrol dengan
pria yang mirip
denganku. Saat aku mencoba
meyapa mereka, wanita itu
menatapku lagi.
”Apa
yang kau inginkan sebenarnya?” Pertanyaan yang sama
seperti waktu itu.
Kali
ini muncul beberapa
orang dibelakang wanita
itu, setelah kulihat
ternyata beberapa prajurit
yang meneriakkan kata-kata
mengejutkan.
”Penyihir!
Penyihir harus dibunuh!”
Teriak mereka.
Saat
aku mencoba untuk
menolongnya, wanita itu
justru tersenyum padaku
dan menghilang, ia
hanya meninggalkan bulu
berwarna putih. Pria
yang mirip denganku
menangis, kemudian ia
menatapku lagi.
“Kumohon,
kalau bertemu “dia”
lagi... aku minta buatlah
ia tersenyum lagi” Pintanya.
Aku
tak mengerti maksud
perkataan pria ini.
Ia hanya tersenyum
penuh makna dan
sebuah sinar terang
muncul membuatku tak
bisa melihat apapun
lagi. Kemudian nyanyian
misterius itu terdengar dan
sekarang suaranya sangat
jelas sehingga aku
bisa mendengarnya.
”Let’s forget about
the magic that
will stop the
time, now is
time for joy…” Entah kenapa
lirik tersebut membuat
hatiku terasa hangat
dan nyaman.
Kali
ini aku hanya
berduaan dengan wanita
misterius itu. Ia
tersenyum dan menghampiriku, kali
ini aku memberanikan
diri untuk bertanya
padanya.
”Aku
dimana? Kamu siapa?
Lalu identitas pria
yang mirip denganku...”
Aku bertanya banyak
hal padanya.
” Tapi,
apa yang kau
inginkan sebenarnya dari
hidup ini?” Dia justru
berbalik bertanya.
”Aku... ingin...”
Semuanya
menjadi gelap, aku
sekali lagi terbangun
namun kali ini
di ruang kerja di
rumahku. Aku bingung,
kenapa aku bisa
disini dan apa maksud
mimpi serta pertanyaan
ini. Tapi aku
melihat wanita itu
dibalkon rumahku, ia
tersenyum lagi dan
selanjutnya menjatuhkan dirinya.
Mataku melebar, aku
berhenti bernafas karena
kejadian itu dan
sekali lagi nyanyian
itu terdengar.
“Let’s
forget about the
magic that will stop the
time, now is
time for joy…” Aku
langsung terdiam, semua
hal yang dihadapanku
menghilang dan
meninggalkanku ditengah kehampaan.
Kali ini wanita
itu muncul dihadapanku, aku
hanya terpaku dan
tidak beranjak dari
tempatku berdiri. Aku
mengepalkan tanganku dan
bertekad untuk benar-benar
bertanya padanya.
”Kumohon
jawab pertanyaanku! Aku dimana?
Dan kenapa kau
selalu muncul! Kalau memang
ini kenyataan tidak
mungkin aku bisa
ditempat yang berbeda!”
Entah kenapa pertanyaanku
seperti membentak
”Memang... bukan. Kau
ada di dimensi
hampa yang bisa
”membuat” dunianya sendiri.
Membuat manusia terpana
dan selalu ingin
di dimensi ini
atau bisa dikatakan
ini dunia mimpi
dan khayalan” ia
akhirnya menjawab dengan
tenang.
Aku terdiam
dan menunduk, tidak
berani menatapnya.
”Aku... aku
ingin kembali ke
kenyataan! Banyak yang
membutuhkanku di dunia
nyata! Tolong! Ini
keinginanku!” Aku memohon
dan mengepalkan tangan dengan
kuat
”Apa
benar? Apa benar
itu keinginanmu?” Ia
bertanya dengan nada
tak yakin
”Benar”
”tapi
bukankah kau selalu
ingin kabur dari kenyataan? Ingin melupakan semua
hal yang kau
alami dan hidupmu,
kan?”
”...” Aku tak
menjawab karena memang
apa yang dikatakannya
itu benar
”Tapi... walaupun begitu,
aku tidak bisa
lari dari kenyataan.
Memang mimpi lebih
indah dari kenyataan
tapi... kalau selalu ”tidur”
tanpa membuka mata dan
melihat dunia... itu sama
saja kita tidak
mengakui kenyataan” Aku masih
menunduk tidak berani
menatapnya kerena malu
mendengar perkataannya.
Ia
tersenyum, ”baiklah kalau memang
itu keinginanmu”
Angin
lembut menerpaku, mataku
mulai terasa berat.
Selanjutnya aku membuka
mata dan melihat
disekelilingku terdapat banyak
orang. Mereka semua
melihatku dengan tatapan khawatir.
”Tuan... akhirnya kau
bangun dari koma“ Kata
salah satu kolegaku
”Ko.. koma?”
Aku kebingungan
”Iya, Herr
Adler(3)... anda koma
selama dua minggu
karena kecelakaan”
Aku
membuka mulutku untuk
mengatakan sesuatu, namun
kuurungkan dan memikirkan
tentang mimpi tadi
yang membingungkan.
Seminggu
yang lalu aku
dirawat, sekarang aku
sudah diperbolehkan pulang. Kali
ini aku sedang
berjalan di jalan
yang terdapat banyak
kafe hingga mataku
terpaku pada salah
satunya. Wanita yang
jadi pelayan di kafe
itu sama seperti
dalam mimpiku, langsung saja
aku menghampirinya.
Ia
tersenyum dan mempersilahkan
untuk aku duduk.
”Apa
yang anda inginkan,
tuan?” Tanyanya lembut
”Aku ingin
mengenalmu lebih jauh” Jawabku
Ia
tersenyum dengan pipi
yang merona dan duduk
didepanku
”Tentu”
Suaranya yang sama seperti dimimpi menyetujui permintaanku.
Aku
tersenyum mendengarnya, hari itu
kami habiskan bersama-sama
di kafe kecil miliknya ditemani secangkir teh dengan Schwarzwälder Kirschtorte
yang anehnya sama enaknya dengan buatan
mendiang mutti-ku.
(1)
Schwarzwälder Kirschtorte : Kue
Black Forest
(2)
Mutti : Ibu
(3)
Herr
Adler : Tuan
Adler
Tidak ada komentar:
Posting Komentar